Artikel & Video
Apa itu Design Thinking? Sejarah, Pengertian, dan Tahapan
- December 1, 2023
- Posted by: Tim Lumigi
- Category: Design Process
Sejarah Design Thinking
Sejarah Design Thinking dimulai dari tahun 1960-an, ketika para pemikir seperti Herbert Simon memandang desain sebagai bentuk ilmiah dan sistematik dari pemecahan suatu masalah. Konsep ini lalu berkembang menjadi pendekatan multidisiplin yang menggabungkan seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Pada tahun-tahun berikutnya, institusi seperti Stanford d.school dan perusahaan design consulting seperti IDEO mulai menerapkan prinsip-prinsip Design Thinking, sebagai konsep yang dapat diterapkan dalam berbagai konteks, mulai dari pengembangan produk hingga inovasi sosial.
Definisi Design Thinking
Design Thinking adalah pendekatan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang menempatkan pengguna sebagai fokusnya. Metode ini menekankan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan pengguna, eksplorasi ide secara kolaboratif, dan iterasi cepat untuk mencapai solusi yang inovatif.
Tahapan dan Contoh Design Thinking
1.Empathize:
Tahap pertama melibatkan pemahaman mendalam terhadap pengguna. Melalui wawancara, observasi, atau studi kasus, desainer berusaha merasakan dunia pengguna untuk mengidentifikasi masalah yang sebenarnya. Contoh, kita mengamati perilaku belanja pengguna dan melakukan wawancara mendalam. Dalam tahap ini, misalnya, kita menemukan bahwa pengguna sering merasa kesulitan dalam menemukan produk yang diinginkan. Di tahap ini, kita juga menangkap keinginan pengguna untuk rekomendasi yang lebih personal.
2.Define:
Setelah memahami pengguna, langkah berikutnya adalah merumuskan permasalahan dengan jelas. Definisikan tantangan atau peluang desain yang perlu diatasi berdasarkan hasil riset tahap pertama. Sebagai contoh, Berbekal wawasan dari tahapan sebelumnya, kita menemukan masalah-masalah yang ada, yaitu: Pencarian produk yang kurang intuitif dan personal. Kemudian kita menetapkan kebutuhan pengguna yaitu: Meningkatkan kemudahan dan personalisasi dalam pencarian produk.
3.Ideasi:
Tahap ini mengajak tim desain untuk berpikir kreatif dan menghasilkan sebanyak mungkin ide solusi. Berbagai teknik brainstorming digunakan untuk menggali kemungkinan konsep yang inovatif. contohnya, kita melakukan brainstorming, sehingga menghasilkan ide-ide yang dapat menyelesaikan masalah atau memenuhi kebutuhan pengguna. Contohnya, fitur pencarian yang lebih spesifik menggunakan filter seperti tipe pakaian, warna, dan brand. Ide fitur lainnya adalah sistem rekomendasi produk berbasis preferensi dan item yang sudah ditandai sebagai produk ‘favorit’ oleh pengguna.
4.Prototype:
Desainer menciptakan prototipe sederhana berdasarkan ide yang dihasilkan. Prototipe ini dapat berupa sketsa, model, atau simulasi yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan solusi potensial. seperti contoh, kita membuat desain prototype untuk fitur-fitur baru berdasarkan ide-ide dari tahapan sebelumnya terkait aplikasi fashion e-commerce ini. Desain prototype ini akan kita ujicobakan dengan beberapa pengguna sehingga mendapatkan umpan balik untuk proses iterasi desain selanjutnya.
5.Test:
Prototipe diuji dengan pengguna untuk mendapatkan umpan balik langsung. Tahap ini membantu desainer memahami efektivitas solusi, mengidentifikasi kekurangan, dan membuat perbaikan iteratif. Pada tahapan ini, aplikasi diluncurkan dengan fitur yang telah dimodifikasi berdasarkan umpan balik dari tahapan prototyping. Di tahapan ini, kita memantau penggunaan dan kinerja aplikasi yang baru diluncurkan ini, serta mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki lebih lanjut.
Mengapa Perlu Design Thinking
Pendekatan ini mendorong kita untuk berpikir dengan bebas dan kreatif, memungkinkan inovasi yang lebih berfokus pada kebutuhan pengguna. Dengan demikian, Design Thinking dapat membantu menemukan masalah yang mungkin awalnya tidak terlihat. Design Thinking juga membantu UX desainer untuk menciptakan solusi yang lebih intuitif, mudah diakses, dan menyenangkan bagi pengguna.
Nah, dengan menerapkan Design Thinking, kita berhasil mengatasi tantangan kompleks dan menciptakan aplikasi e-commerce yang lebih intuitif berdasarkan kebutuhan pengguna. Proses ini menunjukkan bagaimana pendekatan yang berpusat pada pengguna dapat membentuk pengalaman digital yang lebih efektif dan efisien.